Selasa, 08 September 2009

Minggu, 24 Mei 2009

Kamis pagi di pasar Segiri

Untuk kedua kalinya aku masuk pasar Segiri, Samarinda. Namun yang kali ini benar-benar untuk mencari kebutuhan makan untuk liburan hari kamis kemarin. Ya...namanya sambil mengisi kegiatan liburan di rumah bersama kedua ankku. Soalnya liburan kali ini suasananya sangat tidak mendukung untuk bepergian ke luar rumah.

Setelah kuparkir motor di salah satu tempat parkir di dalam pasar Segiri, langsung saja kutelusuri pasar untuk mencari kebutuhan yang kuperlukan kali ini. Kamis ini aku ingin membuat rendang yang memang merupakan makanan kesukaanku (dan tentunya bagi anak-anakku-asalkan tidak terlalu pedas). Ayam potong, kelapa parut, dan bumbunya, kalau bisa bumbu yang sudah jadi ...biar tidak terlalu repot akan jenis dan takarannya. setelah kukelilingi berkali-kali ternyata aku hanya mendapatkan ayam potong dan kelapa parut saja. Ketika kutanya pada penjual yang ada di situ(tidak hanya satu pedagang lho), ternyata mereka hanya sekedar menunjukkan tempat dan tidak benar-benar memberi tahu tempatnya, karena setelah tempat yang ditunjukkannya tersebut kudatangi ternyata tidak kutemui yang aku cari. Entah apa motivasinya.....tapi ini menunjukkan bahwa mereka termasuk yang mementingkan diri sendiri. (tentunya tidak semua penjual di sana....sebagian saja yang kebetulan kutemui hari itu).

Setelah berkeliling dan bertanya pada para pedagang dan tidak mendapatkan hasilnya, akhirnya kuputuskan untuk cari bumbu di toserba aja (ndak papa lah daripada nggiling bumbu dan ruwet...he..he...). Lalu kucari tempat parkir motorku tadi.....ternyata motorku sudah tidak ada di tempatnya lagi. Kutelusuri dan kuingat-ingat lagi tempat tadi kuparkir motor. Sudah tiga kali bolak-balik kulihat tempat parkir motorku...tapi tidak kutemukan motorku. Kupikir motorku hilang sudah, sudah bukan menjadi rizkiku lagi. Kuingat-ingat kembali....oalah...sepertinya tadi waktu aku parkir, tukang parkir ada yang menggeser sepeda motor dua atau tiga motor dekat posisi parkirku. Jangan-jangan motorku juga digeser tukang parkirnya, dan kulihat ke lapis berikutnya di sisi tempat parkir yang sama, tetapi ternyata juga tidak ada. Aku hampir putus asa, dan dengan tidak sengaja kulayangkan pandangan ke sisi parkir seberangnya. Ternyata mataku membentur sepeda motor yang tidak asing lagi di mataku. Aku tidak yakin tapi tetap kudekati dan kuteliti, ternyata benar...ini motorku.....

Aku tak habis pikir, di mana pikiran sang tukang parkir itu. Sengaja atau tidak kah ia memindahkan motor-motro yang diparkir. Memang ia merapikan dan menginginkan pemaksimalan lahan parkirnya, tapi kalau menggeser-geser terlalu jauh demikian...kan sangat membingungkan pelanggan dan tentunya tenaga yang ia keluarkan untuk menggeser motor tersebut kan juga tidak sedikit. Semoga ke depan dapat lebih baik penataan perparkiran dan petugasnya di pasar Segiri, sehingga pembeli merasa nyaman (belum kondisi pasar yang memang masih tradisional....juga perlu dibenahi). Syukur-syukur ada pihak yang berwenang mengurusi perpasaran membaca tulisan ini.

Minggu, 29 Maret 2009

Samarinda

Samarinda merupakan Ibukota Provinsi Kalimantan Timur. Kota ini memiliki luas wilayah sekitar 718 km2 dengan penduduk dari bermacam-macam etnis (Banjar, bugis, tionghoa, jawa, dll). Kota yang hari jadinya ditetapkan tanggal 21 Januari 1668 ini dapat ditempuh dengan menggunakan jalan darat, laut dan udara melalui Kota Balikpapan sekitar 2 jam perjalanan darat dan 15 menit perjalanan udara. Maklum kondisi bandara Temindung yang berada di Kota Samarinda belum cukup memadahi untuk didarati pesawat besar.

Asal mulanya diberi nama "Samarinda" disinyalir dari kata "samarenda" yaitu kata 'sama' dan 'rendah' yang melambangkan tidak ada perbedaan antara bangsawan dan rakyat jelata. Semua sama derajatnya antara bangsawan yang bermukim sekitar muara sungai mahakam dengan rakyat jelata yang bermukim di daratan dengan topografi 'rendah'.

Ramainya kota ini karena bermukimnya orang Bugis Wajo(Bangsawan) dari kerajaan Gowa yang menyingkir ke Kalimantan karena tidak mau bekerja sama dengan penjajah Belanda waktu itu. disamping itu Kerajaan Kutai juga tidak tidak mau tunduk atas kepentingan Belanda dan merasa senang dengan kedatangan orang-orang Bugis tersebut, yang kemudian saling membantu dalam menghadapi penjajah Belanda.

Kota samarinda terdiri dari 6 kecamatan yaitu Samarinda Utara, Samarinda Ulu, Samarinda Ilir, Palaran, Sei Kunjang, dan Samarinda Seberang. Dengan sungai Mahakam yang membelah kota menjadikan Samarinda terlihat sangat indah.

Senin, 23 Maret 2009

Ketika di Kota Palu (3)

Di kota ini aku belajar lebih mandiri dibandingkan ketika waktu aku kuliah di Jogja. Jika di Jogja dahulu aku dapat pulang sewaktu-waktu dalam keadaan apapun. Ibarat ketika aku tidak punya uang sakupun, aku dapat pulang menggunakan sepeda kumbangku ke kampung halaman. Berbeda ketika waktu aku berada di Kota Palu, tidak setiap saat aku bisa menengok kampung halaman. Untuk pulang sedirian saja aku harus menyisihkan biaya dan waktu yang tepat. Jika menggunakan pesawat, serasa mahalnya minta ampun, gaji tiga bulan saja belum cukup untuk sekali berangkat, apalagi untuk baliknya nanti. Sedangkan jika menggunakan kapal laut, waktu di perjalanan terlalu lama, sehingga cuti bisa habis untuk perjalanan saja. Salah satu cara untuk dapat pulang agak lama hanya dengan memanfaatkan waktu ketika aku mendapat tugas ke Jakarta untuk pelatihan. Selepat diklat tersebut, barulah kuambil cuti (kalau boleh, dan biasanya boleh waktu itu). ya... lumayan setidaknya tiket untuk pulang baliknya telah bisa diatasi.
Dari Aku bujang sampai aku mendapatkan amanah seorang anak laki-laki, dan bahkan ketika aku mendapat kesempatan untuk sekolah lagi. Semuanya penuh dengan suka dan duka. Kenangan tak terlupakan.
Hingga setelah selesai sekolah lagipun aku masih diberi kesempatan kira-kira satu tahun lagi di kota ini.

Kamis, 12 Maret 2009

Ketika di Kota Palu (2)

Sangat banyak kenangan yang telah menjadi sejarah hidupku yang tertoreh di Kota Palu. Pertama kali aku merantau ke kota ini, aku dalam keadaan bujang (baca= sendirian tanpa sanak saudara). Di kota ini aku dipertemukan Allah dengan jodohku, dan disini pula anak pertamaku lahir. Bulan maret 1999 aku datang ke kota Palu, bekerja dan menjalani rutinitas harian. Hari-hariku saat itu lebih banyak berada di kantor. Sejak jam 7.30 -17.00 jam kerjaku, praktis hubungan di lingkungan tempat kostku bisa dijalin waktu sebelum kantor , sesudahnya dan hari libur yang ada(minggu dan libur nasional).
Akhir tahun 1999 dalam status masih CPNS aku mendapat kesempatan untuk mengikuti diklat selama dua bulan di PIKSI ITB. Beruntung aku, karena ketika itu masih dalam bulan ramadhan, sehingga lebaran aku bisa pulang ke kampung halaman. Saat itu masing-masing kantor wilayah mengutus 2 orang untuk diklat tersebut. Waktu itu dari kanwil Palu yang ditunjuk adalah aku dan Ranu Fatah Wijoyo(teman satu kontrakanku, sekarang dia di KPPN Makale). Temanku sudah berangkat lebih dulu karena memang mulai diklat untuk programmer lebih duluan, sedangkan aku yang ditunjuk untuk DBA berangkatnya belakangan, selisih sekitar 10 hari.
Keberangkatanku ke Bandung ketika itu direncanakan tanggal 1 Januari 2000. Tapi berubah karena waktu itu ada kabar yang menggelisahkanku tentang pergantian abad yang katanya mengganggu sistem komputerisasi dan banyak jadual penerbangan yang dibatalkan. Katanya kalau dipaksakan terbang dapat terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Seingatku, paling lambat lapor di tempat pada tanggal 2 Januari 2000, dan penerbanganku dibatalkan. Aku jadi gelisah, karena tanggal dibukanya kembali penerbangan sekitar tanggal 4 januari. Berbagai usaha dilakukan oleh kantorku, mulai mencari maskapai yang lain, sampai minta bantuan orang KPPN yang berhubungan dengan pihak bandara.
Dalam masa ikhtiar tersebut, tepat tanggal 31 Desember 1999 sekitar jam 14.55WITA kantorku dapat telephon dari maskapai yang aku pesan (saat itu merpati) untuk menawarkan penerbangan yang akan berangkat pukul 15.15 WITA. Kurang lebih dalam 5 menit percakapan dan setelah dimintakan ijin ke kepala kantor dibolehkan, aku lalu menyetujui tawaran tersebut. Akhirnya pukul 15.00 aku pulang ke rumah kontrakan yang jaraknya tidak lebih dari 100.m dari kantor. Untung sekali kontrakanku dekat dengan kantor, sehingga persiapan yang mendadakpun bisa dengan cepat ditunaikan. Waktu itu aku dibantu temanku Fery Kurniawan untuk siap-siap selama 5 menit, sedangkan temanku Bagus Nursalim mempersiapkan mobil untuk mengantarku ke bandara. Perjalanan ke bandara ditempuh dalam waktu 5 menit juga, jadi tinggal 5 menit untuk menuju pesawat.
Aku langsung check in dan langsung pula menuju pesawat yang sudah menunggu, kemudian terbanglah pesawatnya. Alhamdulillah ternyata tidak terjadi apa-apa yang tidak diinginkan. Aku tiba di pulau jawa dengan selamat. Ini merupakan kepulanganku ke jawa yang pertama dan sangat membahagiakan diriku. Betapa rinduku akan orang-orang yang kucinta dan tempat diriku dibesarkannya. Terutama terhadap kedua orang tuaku serta keponakanku yang baru berusia 7 tahun.  

Minggu, 01 Maret 2009

Ketika di Kota Palu (1)

Mengenang kembali saat-saat pertama aku merantau ke Kota Palu, banyak sekali kenangan yang sudah tercatat dalam sejarah hidupku. Tahun 1999 merupakan tahun pertama aku mulai merantau keluar dari pulau jawa. Kota Palu merupakan Kota pertama tempat tujuanku (ini karena aku ditempatkan di kota itu).
Masih kuingat ketika aku harus berangkat sendiri ke kota ini dengan bawaan hanya satu tas jinjing dengan perbekalan secukupnya.

Waktu itu aku berangkat belum dengan tiket di tangan. Menurut informasi bisa dicari di Surabaya secara langsung, tapi ya resikonya lebih mahal(pastinya lewat calo...). Singkat cerita aku berangkat ke Kota Palu yang baru pertama kali itu dengan Kapal Kambuna dan ini dengan biaya sendiri lho, karena waktu itu aku belum punya Nip dan tidak berhak atas biaya dinas. Tanpa ada kenalan, aku berusaha mencari teman di perjalanan dengan melihat dari tingkah laku dan tentunya perasaan dalam kalbu juga berperan.

Perjalanan ke Kota Palu dari Surabaya kutempuh selama 3 malam 2 hari. Jum'at pagi tanggal 19 Maret 1999 aku tiba di Pelabuhan Pantoloan (sekitar 30 km dari Kota Palu).Dari pelabuhan ini aku ke Kota Palu menuju tempatnya kakak temanku Firnalis Saki yang kebetulan ada di kota itu, namanya Bu Asniatin Saki. Aku belum kenal dia sebelumnya, hanya lantaran temanku itu. Alhamdulillah walaupun dia berbeda keyakinan denganku, tapi mau menerima dengan baik. Sampai di rumah kakaknya temanku itu yang berada di jalan Anoa tenyata aku sudah ditunggu oleh Bu Asniatin (beliau bekerja di LPMP Palu). Aku sempat istirahat sejenak, dan hari itu juga aku diantarkannya ke kantor di jalan Tanjung Dako No 13. Walau sebenarnya masih capek dengan perjalanan tersebut, dan juga masih agak linglung (boatleg...bener nggak ya.),aku akhirnya sampai ke kantor itu.

Ternyata kantor yang kutuju merupakan kantor yang baru dibentuk. Ini merupakan satu dari delapan Kanwil Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) di tingkat propinsi yang baru dibuka saat itu . Bersamaan denganku seharusnya ada 11 orang pegawai baru yang ditempatkan di Kanwil Palu tersebut, namun karena kami tidak saling kenal dan belum pernah bertemu, maka kami berangkat ke Kota Palu dengan caranyanya masing-masing. Aku menggunakan kapal Kambuna, Fery Kurniawan(sekarang di DJPU) dan Maharsa Udayana (sekarang di DJKN) dengan pesawat merpati, Arif Bakhri dengan pesawat juga (kalau tidak salah), Arif Purwadi Satriyono dari tulungagung dengan kapal, Franky JE Pasuhuk dengan pesawat dari Manado, dan R.Bagus Nursalim dan Agung Dumadio dari bandung dengan kereta api bandung-surabaya + kapal cepat Surabaya makassar +bus 3/4 dari makassar Palu. Dari 11 orang tersebut, 3 diantaranya tidak datang/mengundurkan diri.

Suasana kantor baru memang belum sesuai standar, gedung yang dipakai merupakan gedung KTUA (saat itu) yang sedang pindahan(tepatnya digusur) ke aula KPPN. Jadi ruangannya belum nyaman betul, bayangkan ruangan 5 x 8 diisi lebih dari 15 orang untuk kabid, kasi dan pelaksana. Bukannya sesak napas, meja saja sudah tidak cukup.... prihatin sekali waktu itu. Pekerjaan masih srabutan, dan yang pasti waktu itu tugas dan apa yang harus dilakukan sangat belum kupahami. Ini merupakan hal baru dan hari pertama aku bekerja. Tidak tahunya waktu istirahat siang terasa sangat panas jika dibandingkan dengan di Jawa.

Yang kupikirkan saat itu adalah aku harus segera mencari tempat tinggal untukku. Aku merasa tidak nyaman kalau harus terus menerus menumpang di tempat kakak temanku itu. Tak kusangka di kantor itu ada teman satu SMA dulu (kebetulan aku dan dia tidak pernah satu kelas- dia jurusan Biologi dan aku Fisika), namanya Bambang Kismanto. Dengan dia aku jalan-jalan mencari kost untuk diriku. pulang kantor hari jumat itu dan hari sabtu berikutnya kugunakan untuk mencari tempat, dan hari sabtu itu kudapat kontrakan kamar di jalan tanjung seng. Kemudian hari berikutnya aku pindah ke kontrakan itu, diantar langsung oleh kakaknya temanku itu (bu Asniatin Saki dan suaminya Pak Landri Tandung. Sungguh tak kan kulupa kebaikannya padaku, walau berbeda keyakinan, tetapi baik terhadapku(walau baru 3 hari aku disitu), kepindahan itu selain diantar juga dibekalin bermacam-macam barangbarang rumah tangga mulai dari tikar,piring, kompor, tempat minyak, juga termasuk gula garam dan teh ada dibawakan.

Hari-hari berikutnya datang juga teman-teman seangkatan yang juga ditempatkan di Kanwil Palu, Kami baru ketemu dan berkenalan di situ. Ya... jadi merasa senasib dan sepenanggungan di rantau. Pekerjaan dikerjakan bersama-sama (sama-sama belum tahu), makan juga sama-sama. maen juga sama-sama.Sering kali kami juga jalan jalan mengunjungi objek wisata yang ada di Kota palu. ini terutama gagasan dari Pak Muh Dentjik (Kabid PA II) yang memang hobinya jalan-jalan ke tempat wisata. Ketika itu kami jalan rame -rame, semua teman seangkatan dan juga pegawai lainnya dari prodip dan juga penerimaan lokal. pernah juga bersama pak kanwil yang waktu itu dijabat oleh pak Rombot). Kami pergi ke Wera, ke Mantikole, ke Biromaru, dan yang lainnya aku agak lupa.Ini salah satu car untuk menghilangkan rasa jenuh selama di kantor dan juga untuk mengisi waktu luang sekaligus agar merasa betah di rantau.

Mungkin karena ini merupakan jarak yang jauh pertama kali pisah dengan orang tua. Beda dengan ketika waktu kuliah dulu, sewaktu-waktu bisa ketemu dengan orang tua dan keluarga hanya dengan waktu beberapa jam saja. Sedangkan di rantau, tidak setiap saat dapat pulang. Untuk bisa pulang harus mengumpulkan dana terlebih dahulu untuk angkutannya,lamanya perjalanan jika naik kapal paling cepat dua hari,sedang jika naik pesawat terlalu mahal(5 atau 6 kali gaji bulanan waktu itu), mana belum lagi jika cuti tidak disetujui.


Rabu, 18 Februari 2009

Minggu-minggu pertama di Samarinda

Awal-awal minggu pertama di Kota Tepian (Teduh, Rapi, Aman dan Nyaman), aku punya target untuk dapat kontrakan yang katanya gampang-gampang susah untuk mendapatkannya. Ini terbukti, karena kesempatanku untuk jalan-jalan sendiri mengitari kota ini hanya hari sabtu dan minggu. sedangkan waktu yang lain hanya tersisa malam hari saja. Ini selain untuk mempermudah jika sewaktu-waktu istriku menyusul ke Samarinda, maka telah tersedia tempat yang layak untuk berteduh dan bermalam.

Selama aku belum mendapatkan kontrakan tersebut, sementara aku tinggal/kontrak kamar di rumah pak Suhandoyo bersama Hanan (anak tertuaku). Di sana juga ada temanku dahulu yang sama-sama di Jayapura namanya pak Sri Hartama. Lewat dialah aku dapat kontrakan kamar di tempat pak Suhandoyo. dahulu aku pesannya lewat telepon (di awal bulan januari-setelah aku dapat kabar pindah ke samarinda). Ya, memang lebih ekonomis demikian, jika dibandingkan jika sewaktu aku datang dan harus menginap di hotel terlebih dahulu. Biaya yang dua atau tiga hari di hotel bisa digunakan untuk satu bulan kontrak kamar.

Kurang lebih dua minggu aku tinggal di rumah pak Suhandoyo, karena sebetulnya kamar yang akan aku tempati sebetulnya akan ditempati oleh kerabatnya yang memang kebetulan ada kerjaan di sekitar tempat pak Suhandoyo tersebut. Namun karena aku tidak untuk tinggal dalam jangka waktu yang lama, maka aku diijinkan untuk tinggal di rumahnya sementara waktu sambil mencari kontrakan yang aku maksud. Ini kukira tidak lepas karena kebaikan hati pak Suhandoyo sekeluarga.

Selama dua minggu tersebut aku tiap hari sabtu dan minggu jarang di rumah karena jalan-jalan menyusuri Kota Samarinda. Kebetulan aku dipinjami motor oleh Pak Muchtar(kasi Vera KPPN samarinda), yang memang karena kebaikannyalah langkahku menjadi lebih panjang. Dengan motor pinjaman ini aku menyusuri setiap lorong-lorong kota hingga jalan-jalan besar. Konsentrasiku terarah ke sekitar kantorku yang terletak di jalan juanda dan bakal kantor istriku yang ada di jalan panglima M. Noor (daerah Sempaja). Berkali-kali aku berkeliling di dua tempat itu dan diantara kedua kantor tersebut. Sekitar jalan M yamin dan Jalan AW syahrani juga aku jelajahi. Selain hari-hari libur itu, juga pada selepas jam kantor aku juga menyempatkan diri untuk keliling kota, terutama jika ada rekan kantor yang beri informasi adanya tempat kontrakan. Ada pak Hardiyanto, ada pak Darsono, ada pak Sulardi, ada pak Sofyan, ada juga temanku dari Jayapura yang punyateman di Samarinda kasih kabar juga, termasuk temannya istriku di Jayapura kasih info juga. Semua informasi tersebut aku cek lokasinya.

Pernah suatu ketika ada informasi tempat kontrakan dan kebetulan anakku tidak ingin ikut serta untuk melihatnya karena ia ingin segera kembali ke tempat pak Suhandoyo bersama temanku (pak Sri Hartama). Waktu itu aku pergi bersama dengan pak Sofyan melihat tempatnya di sekitar jl. Kadri Oening, tetapi karena memang belum rejekinya, ketika kami sampai di tempat yang dituju ternyata tempat itu sudah diisi oleh penghuni baru yang sedang angkat-akngkat barang. Info ini sebenarnya dari saudaranya pak Sofyan yang bekerja di BPK Samarinda. Sewaktu kami mau meninggalkan tempat tersebut, kebetulan bertemu dengan saudaranya tersebut yang ternyata masih ada cadangan tempat incaran yang kebetulan masih belum selesai dibangun. Rumah tersebut di daerah jl. AW.Syahrani. Kami bertiga kemudian menuju tempat tersebut untuk bertemu dengan pemilik rumah. Setelah bertemu dengan tuan rumah, ternyata masih menggantung, ada dua pihak yang berkepentingan untuk rumah baru tersebut dan kedua-duanya harus menunggu keputusan dan menunggu selesainya dibangun bangunan tersebut.

Ketika pulang ke kantor, ternyata anakku masih berada di situ dan tertidur pulas di samping motor pinjaman dari pak Muchtar. Sepertinya terlambat mengikuti pak Sri Hartama dan kelelahan menungguku. Kasihan anakku ini (kata adikku...untung tidak hilang mas). Tapi aku salut terhadap anak pertamaku ini, ia tampaknya tegar menghadapi hal ini walaupun terpaksa. Sampai saat ini jarang-jarang dia mengeluh akan kondisi yang dialaminya saat ini.

Disamping aku mencari-cari kontrakan tersebut, aku juga ingin mengetahui lebih jauh tentang Kota samarinda ini. Kadang aku sendirian keluar dan kadang aku bersama anakku berkeliling kota. Yang kujadikan patokan saat itu hanya insting saja (katanya pak Sri Hartama jalannya tidak terlalu sulit, ketemu semua dan tidak akan nyasar). Kuturutin saja kata hatiku dan keinginanku, jika terdapat persimpangan jalan, sesukanya aku membelokkan motor pinjaman tersebut. Semakin jauh akan semakin tahu akan kota ini. Sebenarnya cara termudah dengan mencari peta kota dan berpedoman padanya, namun ini sengaja tidak kulakukan di awal-awal minggu tersebut (beberapa saat setelah kujelajahi kota, barulah kubeli peta tersebut hanya sekedar ingin lebih dalam mengingatnya).

Suatu ketika aku sampai juga di masjid Islamic Center yang katanya merupakan masjid termegah se asia( iya kali...). Kalau dilihat dari bentuk bangunannya, mengingatkan aku akan Masjidil Haram (walau aku belum pernah ke sana...) yang kulihat di gambar-gambar. Mungkin itu juga yang jadi motivasi pendirian masjid tersebut. Hanya sayangnya lingkungannya belum sempurna betul tatanannya. Tumbuhan dan rumpun yang berada di halamannya belum tumbuh sempurna. Andaikan rumput telah kelihatan hijau dan pohon-pohon palemnya telah banyak daunnya, sungguh sangat terlihat indahnya masjid tersebut.




Hishnun lebih mirip siapa?