Rabu, 18 Februari 2009

Minggu-minggu pertama di Samarinda

Awal-awal minggu pertama di Kota Tepian (Teduh, Rapi, Aman dan Nyaman), aku punya target untuk dapat kontrakan yang katanya gampang-gampang susah untuk mendapatkannya. Ini terbukti, karena kesempatanku untuk jalan-jalan sendiri mengitari kota ini hanya hari sabtu dan minggu. sedangkan waktu yang lain hanya tersisa malam hari saja. Ini selain untuk mempermudah jika sewaktu-waktu istriku menyusul ke Samarinda, maka telah tersedia tempat yang layak untuk berteduh dan bermalam.

Selama aku belum mendapatkan kontrakan tersebut, sementara aku tinggal/kontrak kamar di rumah pak Suhandoyo bersama Hanan (anak tertuaku). Di sana juga ada temanku dahulu yang sama-sama di Jayapura namanya pak Sri Hartama. Lewat dialah aku dapat kontrakan kamar di tempat pak Suhandoyo. dahulu aku pesannya lewat telepon (di awal bulan januari-setelah aku dapat kabar pindah ke samarinda). Ya, memang lebih ekonomis demikian, jika dibandingkan jika sewaktu aku datang dan harus menginap di hotel terlebih dahulu. Biaya yang dua atau tiga hari di hotel bisa digunakan untuk satu bulan kontrak kamar.

Kurang lebih dua minggu aku tinggal di rumah pak Suhandoyo, karena sebetulnya kamar yang akan aku tempati sebetulnya akan ditempati oleh kerabatnya yang memang kebetulan ada kerjaan di sekitar tempat pak Suhandoyo tersebut. Namun karena aku tidak untuk tinggal dalam jangka waktu yang lama, maka aku diijinkan untuk tinggal di rumahnya sementara waktu sambil mencari kontrakan yang aku maksud. Ini kukira tidak lepas karena kebaikan hati pak Suhandoyo sekeluarga.

Selama dua minggu tersebut aku tiap hari sabtu dan minggu jarang di rumah karena jalan-jalan menyusuri Kota Samarinda. Kebetulan aku dipinjami motor oleh Pak Muchtar(kasi Vera KPPN samarinda), yang memang karena kebaikannyalah langkahku menjadi lebih panjang. Dengan motor pinjaman ini aku menyusuri setiap lorong-lorong kota hingga jalan-jalan besar. Konsentrasiku terarah ke sekitar kantorku yang terletak di jalan juanda dan bakal kantor istriku yang ada di jalan panglima M. Noor (daerah Sempaja). Berkali-kali aku berkeliling di dua tempat itu dan diantara kedua kantor tersebut. Sekitar jalan M yamin dan Jalan AW syahrani juga aku jelajahi. Selain hari-hari libur itu, juga pada selepas jam kantor aku juga menyempatkan diri untuk keliling kota, terutama jika ada rekan kantor yang beri informasi adanya tempat kontrakan. Ada pak Hardiyanto, ada pak Darsono, ada pak Sulardi, ada pak Sofyan, ada juga temanku dari Jayapura yang punyateman di Samarinda kasih kabar juga, termasuk temannya istriku di Jayapura kasih info juga. Semua informasi tersebut aku cek lokasinya.

Pernah suatu ketika ada informasi tempat kontrakan dan kebetulan anakku tidak ingin ikut serta untuk melihatnya karena ia ingin segera kembali ke tempat pak Suhandoyo bersama temanku (pak Sri Hartama). Waktu itu aku pergi bersama dengan pak Sofyan melihat tempatnya di sekitar jl. Kadri Oening, tetapi karena memang belum rejekinya, ketika kami sampai di tempat yang dituju ternyata tempat itu sudah diisi oleh penghuni baru yang sedang angkat-akngkat barang. Info ini sebenarnya dari saudaranya pak Sofyan yang bekerja di BPK Samarinda. Sewaktu kami mau meninggalkan tempat tersebut, kebetulan bertemu dengan saudaranya tersebut yang ternyata masih ada cadangan tempat incaran yang kebetulan masih belum selesai dibangun. Rumah tersebut di daerah jl. AW.Syahrani. Kami bertiga kemudian menuju tempat tersebut untuk bertemu dengan pemilik rumah. Setelah bertemu dengan tuan rumah, ternyata masih menggantung, ada dua pihak yang berkepentingan untuk rumah baru tersebut dan kedua-duanya harus menunggu keputusan dan menunggu selesainya dibangun bangunan tersebut.

Ketika pulang ke kantor, ternyata anakku masih berada di situ dan tertidur pulas di samping motor pinjaman dari pak Muchtar. Sepertinya terlambat mengikuti pak Sri Hartama dan kelelahan menungguku. Kasihan anakku ini (kata adikku...untung tidak hilang mas). Tapi aku salut terhadap anak pertamaku ini, ia tampaknya tegar menghadapi hal ini walaupun terpaksa. Sampai saat ini jarang-jarang dia mengeluh akan kondisi yang dialaminya saat ini.

Disamping aku mencari-cari kontrakan tersebut, aku juga ingin mengetahui lebih jauh tentang Kota samarinda ini. Kadang aku sendirian keluar dan kadang aku bersama anakku berkeliling kota. Yang kujadikan patokan saat itu hanya insting saja (katanya pak Sri Hartama jalannya tidak terlalu sulit, ketemu semua dan tidak akan nyasar). Kuturutin saja kata hatiku dan keinginanku, jika terdapat persimpangan jalan, sesukanya aku membelokkan motor pinjaman tersebut. Semakin jauh akan semakin tahu akan kota ini. Sebenarnya cara termudah dengan mencari peta kota dan berpedoman padanya, namun ini sengaja tidak kulakukan di awal-awal minggu tersebut (beberapa saat setelah kujelajahi kota, barulah kubeli peta tersebut hanya sekedar ingin lebih dalam mengingatnya).

Suatu ketika aku sampai juga di masjid Islamic Center yang katanya merupakan masjid termegah se asia( iya kali...). Kalau dilihat dari bentuk bangunannya, mengingatkan aku akan Masjidil Haram (walau aku belum pernah ke sana...) yang kulihat di gambar-gambar. Mungkin itu juga yang jadi motivasi pendirian masjid tersebut. Hanya sayangnya lingkungannya belum sempurna betul tatanannya. Tumbuhan dan rumpun yang berada di halamannya belum tumbuh sempurna. Andaikan rumput telah kelihatan hijau dan pohon-pohon palemnya telah banyak daunnya, sungguh sangat terlihat indahnya masjid tersebut.




Kamis, 05 Februari 2009

Episode Jayapura, Papua

Tidak terasa sudah dua tahun lebih aku dan keluarga tinggal di bumi paling timur ini (kota Jayapura), tepatnya sejak tanggal 4 Nopember 2006 lalu. Jujur saja semula aku membayangkan yang bukan-bukan tentang kota ini, tapi dengan tekad yang memang sudah kubawa sejak permulaan aku bekerja dan keyakinan bahwa semua ini adalah buminya Allah, aku berangkat ke Jayapura sendirian sambil mencari terlebih dahulu tempat yang cocok untuk berteduh bersama keluarga, syukur-syukur dapat rumah dinas (ya,...itung-itung tidak mengeluarkan ongkos banyak untuk kontrakan). Istri dan kedua jagoanku kutinggal sementara di Kota Palu, ya...dengan maksud biar mereka tidak repot-repot dalam memikirkan tempat tinggal gitu...

Tidak lebih dari satu bulan aku punya kesempatan untuk mengambil keluargaku di Palu untuk kuboyong ke Jayapura walau rumah dinas yang dijanjikan untukku belum juga kosong, dan sementara aku sekeluarga tinggal di tempat teman seperjuanganku (Pak Agung Yulianta - yang juga sama-sama dari Palu). Aku mendapat kesempatan ini karena dapat tugas ke Anyer tanggal 14 - 18 Nopember 2006, sekembalinya dari sana aku singgah ke Palu untuk membawa keluargaku (3 orang) dan keluarga Pak Agung (4 orang)

Untuk sementara kami menempati rumah dinas Pak Agung bersama-sama sambil menunggu kosongnya rumah dinas jatahku sekeluarga. Tepat tanggal 1 Januari 2007 kami sekeluarga dapat memasuki rumah dinas itu, Alhamdulillah...setidak-tidaknya tempat anak-anakku bermain semakin luas. Untung juga tempatku itu, airnya bisa dibilang sangat lancar, setidaknya dua hari sekali mengalir (maklum di daerah lain ada juga yang seminggu hanya mengalir sekali, atau ada yang tidak sama sekali mengalir, terpaksa harus beli air satu tangki kira-kira 150.000). Alhamdulillah sampai sekarang tidak pernah aku sampai beli air.....

Alam Kota Jayapura sangat menarik, tanahnya berbukit-bukit(yang datar sedikit(dekat gunung dan dekat pula ke laut)), tapi dengan demikian malah mempunyai daya tarik tersendiri. Rumah-rumahnya jadi seperti persawahan di jawa di daerah pegunungan...dibikin terasering. Dari kejauhan sangat indah dilihat, apalagi di waktu malam. Semakin bagus kelihatannya dengan terangnya lampu masing-masing rumah. Yang indah juga,kita dapat melihat laut lepas dari ketinggian bukit yang jaraknya dari laut tidak terlalu jauh. Kita bisa melihat dari atas, pelabuhan Jayapura yang letaknya di teluk yang airnya tidak terlalu tinggi (beda lagi yang di laut lepas/samudra pasifik yang juga terlihat dari atas). Sangat menakjubkan melihat dari ketinggian yang tidak terlalu jauh, sehingga kita bisa mengamati detail keindahannya dengan mata telanjang (tanpa perlu menggunakan teropong gitu loooh...)

Yang sangat disayangkan, jalan yang ada tidak terlalu banyak alternatifnya. Ini karena kondisinya memang tidak memungkinkan untuk membuat banyak jalan, jadi andaikan ada demo, praktis agak merepotkan, macet sekali dan kadang bisa terhambat perjalanannya karenanya. Alat transportasi bisa dibilang lengkap. Kapal laut setidaknya seminggu sekali masuk pelabuhan Kota Jayapura yang memang ada di tengah kota. Kapal yang masuk diantaranya NGGAPULU, DOROLONDA, SINABUNG. Sedangkan untuk angkutan pesawat, bandaranya cukup jauh dari kota, ya... sekitar 30 km dengan maskapai penerbangan cukup beragam(garuda, merpati, lion, batavia). Jadi banyak alternatif untuk menuju kota ini. Tapi ya... jangan kaget kalau ongkosnya juga banyak (jauh khan... bandara - kota bisa sampai 250 ribu)

Jangan mengira bahwa kota Jayapura masih terbelakang (usianya sudah 98 tahun dan berdasarkan IHDR 2004 Kota Jayapura menempati ranking ke-48 di Indonesia), penduduk pendatang sudah banyak di kota ini, bahkan kalau anda mengunjungi pasar-pasar tradisional akan banyak anda jumpai warga pendatang sebagai pedagangnya (orang jawa,sulawesi, sumatera juga ada). Sektor perdagangan ini sepertinya dikuasai oleh pendatang, walaupun ada juga penduduk asli yang menjadi pedagang, mereka rata-rata berjualan hasil kebun berupa buah-buahan dan hasil bumi lainnya. Tidak ketinggalan juga mereka jualan pinang sebagai kegemaran masyarakat papua (rata-rata gigi mereka sangat kuat). Hanya saja ludah dari aktivitas makan pinang ini dibuang sembarangan. Jadinya yang belum tahu, mengira banyak darah berceceran di jalan-jalan. Padahal itu adalah akibat makan pinang tersebut.

Sedang untuk sektor pariwisatanya tidak terlalu banyak variasi. Andalan utamanya adalah wisata pantai karena kotanya berada di sepanjang pantai. Sepanjang pantai (yang juga sepanjang kota) memang sering dikunjungi. Taman Mesran Pertamina, Pantai depan gubernuran dan pantai daerah ruko dok 2 merupakan tempat favorit anak-anakku untuk bermain-main dikala liburan atau hari sabtu, minggu... Ya.. pilihan ini adalah yang termurah dibandingkan jika memilih tempat-tempat lain. Di tempat lain kadang-kadang kita harus menyediakan biaya tambahan tak terduga untuk mengatasi adanya penduduk setempat yang menarik biaya semaunya. maklumlah harga-harga di papua sangatlah tinggi (mangga yang saya dapat di Kota Palu satu biji dengan harga seribu, di papua minimal 10 - 15 ribu....)

Sebenarnya masih banyak sekali yang bisa diceritakan mengenai Kota Jayapura tentang berbagai potensi yang ada pada Kota Jayapura ini. tentang potensi ekonomi sampai potensi perkembangan kotanya. Hanya saja mungkin kesempatan yang belum memungkinkan untuk mengungkapkannya secara lebih terinci lagi. Namun dari semua itu yang paling penting bagiku adalah bahwa anak laki-lakiku ke-3 lahir di Kota Jayapura (PD4 kata orang sana) tepatnya di RSUD Dok 2 pada tanggal 26 Agustus 2008 setelah kakak keduanya berumur 4 tahun yang lahir di Kota Yogyakarta tahun 2004 dan kakak pertamanya yang berumur 7 tahun lahir di KOta Palu pada tahun 2001.

Beberapa saat setelah aku tulis hal ini,ternyata aku mendapat kabar bahwa aku dimutasikan ke Kota Samarinda, dan terhitung mulai tanggal 14 Januari 2009 aku sudah berada di Kota Tepian ini..... Kota samarinda....

Hishnun lebih mirip siapa?